Bulu Pala' Sebuah Dongeng Inspiratif dari Toraja
Bulu
Palak dua bersaudara, kakaknya bernama Pangimburuan. Pangiburuan dan
Bulu Palak selalu pergi mengembala setiap hari bersama temanya.
Pada suatu ketika, kira-kira pukul empat sore, mereka sudah selesai
memandikan kerbaunya, kemudian mereka duduk bercerita. Saat itu
kebetulan hari pasar dan menurut kebiasaan di Tana Toraja bila hari
pasar, anak-anak gembala biasa menadahkan tangan di pinggir jalan agar
orang yang kembali dari pasar memberikan kue atau apa saja yang dapat
dimakan sebagai oleh-oleh. Sementara, mereka duduk-duduk mengulurkan
tangan, tangan kakaknya (Pengimburuan) tidak pernah mendapat bagian
demikian juga teman-temannya yang lain, tidak ada orang yang memberinya.
Lain halnya dengan Bulu Palak. Ia mendapat banyak kue dan barang lain
pemberian orang yang pulang dari pasar karena tangannya itu berbuluh.
Setiap
orang yang memberikan sesuatu kepada Bulu Palak selalu berkata,
“Berbahagialah anak ini karena berbulu tangannya, akan membawa rezeki
yang baik bagi orang tua dan saudaranya.”
Ucapan
orang banyak itu selalu disimpan dalam hati Pangimburuan
bersama-teman-temannya yang lain. Kemudian, mereka kembali dan
melaporkan hal yang sebaliknya kepada orang tuanya, yaitu bahwa menurut
penyampaian semua orang yang pulang dari pasar, Bulu Palak akan membawa
sial dan kemalangan. Mereka mengungkapkannya dengan cara sebagai
berikut.
Penyebab kemalangan kampung
Mendatangkan sial bagi negeri
Pembawa kutukan orang tuanya
Penghambat bagi ayah bundanya
Setelah
ayahnya mendengarakan kata-katanya itu dan sudah tersiar dalam
masyarakat, masalah ini kemudian dibicarakanlah oleh seluruh anggota
masyarakat, tetapi tidak ditemukan jalan keluarnya dan kesalahan Bulu
Palak tidak dapat di buktikannya.
Pemuka
masyarakat berusaha untuk mencari kesalahan Bulu Palak sehingga masalah
ini sampai tiga kali dibicarakan. Ahirnya, diputuskanlah bahwa Bulu
Palak akan dihukum atau dibunuh karena dia akan mendatangkan sial bagi
seluruh masyarakat dan kehancuran bagi negeri ini. Dalam sidang adat ini
diputuskan bahwa yang akan membunuhnya adalah ayahnya sendiri.
Setelah tiba saatnya Bulu Palak akan dibunuh oleh ayahnya Bulu Palak memintah kepada ayahnya supaya jangan
dibunuh di dalam rumah, tetapi ia menghendaki di tempat yang jauh dari
rumahnya. Bulu Palak mohon supaya dia sendiri memutuskan waktu dan
tempat pembunuhannya. Permintaan bulu palak dikabulkan ayahnya. Waktu
tiba saatnya akan dibunuh, Bulu Palak di bekali oleh ibunya oleh seekor ayam jantan sebagai warisannya.
Berangkatlah
mereka ke tempat pembantaian dan ketika mendapatkan bukit, Bulu Palak
selalu di tanya oleh ayahnya, tetapi Bulu Palak selalu menjawab “Bukan
di sini ayah, masih agak jauh.” Lalu mereka meneruskan perjalananya dan
Bulu Palak selalu menagis dalam perjalannya itu.
Setiap
kali mereka mendapatkan bukit, Bulu Palak selalu ditanya oleh ayahnya,
tetapi Bulu Palak selalu menjawab, “Bukan di sini ayah, masih agak jauh
dari tempat ini,” katanya lalu ia menangis. Terakhir mereka mendapat
penyembahan di situ terdapat banyak burung, dapat dikatakan bahwa di
situ adalah tempat perkumpulan semua binatang.
Berkatalah
Bulu Palak kepada ayahnya, “Disinilah ayah membunuhku, sekarang saya
menyerahkan diri saya ini untuk dibunuh, lalukanlah kehendak ayah, dan
saya mohon berikanlah kesempatan kepada saya untuk pergi menyimpan
ayamku ini.”
Setelah
Bulu Palak kembali menyimpan ayamnya, berkatalah ia kepada ayahnya,
katanya, “Semuanya telah selesai, mungkin sudah ajalku,” lalu
diserahkanlah lehernya kepada ayahnya dan kemudian ia dibunuh oleh
ayahnya.
Bulu Palak telah meninggal. Mayatnya ditutupi oleh sarung ayahnya lalu ditinggalkan.
Setelah
kematian Bulu Palak sudah berlalu tiga hari, tiga malam pergilah
ayamnya mencari belalang sebagai makanannya, maka didapatilah ulat-ulat
Bulu Palak berhamburan. Lalu ayam itu berkokok dan utuhlah kembali
kepala Bulu Palak, sampai cukup tiga kali ayam itu berkokok, akhirnya
utuhlah seluruh tubuh Bulu Palak, sama halnya dengan apa yang dikatakan
orang tua-tua dahulu, bahwa setiap kejadian manusia yang ada di dalam
rahim ibunya selalu kepalanya lebih dahulu yang tercipta.
Bulu
Palak hidup kembali, dan sangat menyangi ayamnya. Pada suatu saat
bertanyalah Bulu Palak kepada ayamnya, “Kita sudah hidup kembali tetapi
tidak makanan yang dimakan. “Saat itu juga ayamnya pun berkokoklah yang
bunyinya, “Datanglah makanan yang akan dimakan. “Maka semua makanan itu
datanglah, setelah makanan sudah ada, ayam itu berkokok lagi maka
terciptalah rumah dan lumbung padi.
Setelah
semuanya itu tersedia, baik makanan, rumah, maupun pakaian masih ada
yang menjadi masalah yaitu hartanya selalu dimakan tikus. Putus asalah
Bulu Palak menghadapi tantangan ini.
Pada
suatu ketika Bulu Palak pergi berjalan-jalan. Ia mendapati seekor
kucing sedang duduk-duduk di pinggir jalan. Bulu Palak bertanya
kepadanya, “Mengapa engkau duduk saja di sini?” kucing itu
menjawab, “Saya menunggu-nunggu makanan, kalau ada yang lewat, saya
makan,” bertanyalah Bulu Palak lagi kepadanya, “Apakah engkau ingin ikut
denganku? Nanti kau makan apa yang kau kehendaki, asalkan engkau
menjaga sawahku.” Segeralah kucing itu dibawah Bulu Palak sehingga
dapatlah dikatakan semua keperluan telah tersedia.
Setiap
hari orang selalu ramai menumbuk padi sebab Bulu Palak akan mengadakan
pesta pengucapan syukur bahwa semua telah lengkap padanya.
Suatu
ketika ibu Bulu Palak pergi mencari sayur-sayuran di suatu tempat yang
tidak jauh dari rumah Bulu Palak. Di sana ia mendengar orang ramai
menumbuk padi. Lalu pulanglah ia kerumahnya dan menyampaikan berita
kepada suaminya bahwa ia mendengar orang menumbuk padi di tengah hutan.
Mereka
bertiga (ibu, ayah, dan Pangimburuan) pergilah mendapatkan orang-orang
yang sedang menumbuk padi itu. Lalu ayah Bulu Palak bertanya kepada
orang-orang yang ada di situ, “Siapakah yang empunya yang ramai ini,
bolehkah saya bertemu dengan rajanya?” dia dipersilahkan bertemu dengaan
Bulu Palak, maka dilihatnyalah tangan Bulu Palak yang berbuluh itu.
Segera ayahnya berkata bahwa, “Sekarang saya datang memohon maaf
kepadamu sebab engkaulah dibicarakan dahulu akhirnya kau dibunuh dan
saya sendiri yang membunuhmu. Sekarang saya datang bersama ibu dan
kakakmu, Pangimburuan. Kami minta agar mulai dari ujung kuku sampai ke
ujung rambut memohon dimaafkan.” Permohonan ayah ini diterima baik oleh
Bulu Palak, dan persiapan mengadakan pesta keramaian dilanjutkan.
Bulu
Palak bersama ibunya dan ayahnya serta kakaknya Pangimburuan tinggallah
bersama-sama dalam rumah yang mewah dengan bahagianya.
Pada
waktu pesta akan diakhiri maka Bulu Palak mengucapkan syukur kepada
penghuni kerajaan Lepongan Bulan (Tana Toraja sekarang) dan berpesan,
Kucing itu leluhur harta
Sumber segala-galanya
Dia pemanggil kekayaan
Penarik segala sesuatu
Dari tempat sekarang sana
Pinggir laut sumber hujan.
Sumber: Facebook ulelean pare,
http://www.brankaslagu.com/2016/12/cerita-dongeng-toraja.htmlhttp://www.brankaslagu.com/2016/12/cerita-dongeng-toraja.html
Komentar
Posting Komentar